Keberadaan HMM sebagai wadah antar(umat ber) agama, khususnya kaum muda dan lembaga yang berupaya untuk berperan dalam perwujudan keadilan, kesejahteraan dan perdamaian memiliki basis legalitas, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Legalitas Formal

  1. Mukadimah UUD 1945, antara lain mengenai keadilan, kesejahteraan, dan penciptaan perdamaian dunia dan Pancasila
  2. UUD 1945 pasal 29 (28E Amandemen) tentang kebebasan memeluk agama dan keyakinan.
  3. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan keadilan, kesejahteraan, agama dan kepercayaan.

Kedua, Legitimasi Kultural

  1. Budaya gotong royong yang sudah berkembang di tengah masyarakat sejak dulu kala.
  2. Adat istiadat yang hidup di tengah masyarakat sebagai identitas budaya masyarakat lokal yang kemudian menjadi local wisdom.
  3. Budaya bangsa umumnya yang moderat dan toleran.
  4. Terbuka, yakni terbuka terhadap kemajemukan bangsa.

Ketiga, Legitimasi Religius

  1. Setiap agama mengajarkan tentang pentingnya keadilan (justice), kesejahteraan (welfare),  dan perdamaian (peace),
  2. Setiap agama mengajarkan untuk menghormati orang lain yang memiliki agama dan keyakinan berbeda (tolerations),
  3. Tiap agama memerintahkan untuk saling tolong menolong (mutual help) tanpa membedakan latar belakang suku, ras, dan agama (SARA).

Keempat, Kondisi Objektif Masyarakat

  1. Adanya praktik-praktik intoleransi, ekstrimisme,  konflik  social bernuasna SARA yang masih terus terjadi dan belum terselesaikan dengan baik.
  2. Kecenderungan agama disalahpahami dan disalahgunakan untuk kepentingan jangka pendek yang merusak, baik fisik maupun non-fisik.
  3. Pendidikan agama di sekolah yang msih bersifat kognitif dan sectarian.
  4. Pengaruh globalisasi yang melahirkan budaya materialistis, individualis dan hedonis.
  5. Adanya aktivitas-aktivitas kerjasama antar pemeluk agama yang perlu disinergikan.
  6. Adanya kemauan baik dari pemerintah dan tokoh-tokoh agama untuk mengembangkan dialog yang terbuka.